Ketika B terlihat santai perihal waktu, bukan berarti dia nggak mikir apa konsekuensi yang harus dihadapinya. Tapi, B itu bisa bergerak dengan cepat. Perhitungannya ringkas dan mantap. Katakanlah, A dan B sama-sama anak kuliahan yang harus berangkat pada pukul 8 pagi. Jam 7 pagi, A sudah mandi, bersih dan wangi, sedangkan B masih ngorok di kamar. Jam 07.30, A nyetrika baju, teriak-teriak ngebangunin B sambil ngedumel, "Kamu kuliah nggak, sih? Jam segini masih tidur aja!" Sambil ngomel, dia sibuk nyetrika sampai selicin-licinnya.
B bangun, lihat jam, udah jam setengah delapan lebih beberapa menit. Turun dari kasur sambil nyeret langkah, ngambil handuk dan perlengkapan mandi. Pas ngelewatin A, diomelin lagi, "Kamu tuh lho, santai banget!"
"Kenapa?"
"Kuliahmu jam delapan, kan? Ini udah jam berapa?"
"Jam berapa emangnya?" (masih sempat-sempatnya nguap dan mematut diri di depan cermin)
"Jam setengah delapan lebih, tauk?! Isy!" si A kesel gara-gara B nggak cepat tanggap buat segera lari ke kamar mandi. Mana udah janjian pula, mau berangkat bareng.
Apa tanggapan si B? Dia cuma nyahut, "Ya udah, sih..."
Ditanggapi begitu, A makin bertekuk aja mukanya.
Si B masuk ke kamar mandi. Suara byar-byur di dalamnya cuma berlangsung selama lima menit. B keluar dengan tampilan yang lebih bersih dan wangi. Sementara itu, A masih saja sibuk nyetrika sambil ngedumel soal tugas-tugas kuliah yang dari semalam belum selesai-selesai.
Lima menit setelah B selesai mandi, B menghampiri A. Penampilannya sudah bersih dan siap berangkat ke kampus. Keduanya mematut diri di depan cermin secara bersebelahan. B ngelirik A, mesam-mesem sambil naik-turunin alis, "Eh, dari tadi belum selesai juga lu?"
A, sambil ngerapihin pakaiannya, menyahut, "Iya, nih... aduuh, sisir mana sisir? Sisir... eeh, sisirku manaa??"
B tertawa dalam hati, 'Hahaa... pagi-pagi udah suntuk aja tuh muka!'
"Eh, kamu nggak nyetrika?" A ngelirik B. Yang dilirik cuma angkat bahu.
"Ngapain disetrika? Udah rapi, kok."
Ajaib. Walau tanpa disetrika, baju si B memang sudah rapi dan wangi. Apa rahasianya?
Di saat waktu sudah mepet begitu, B bisa memilih pakaian mana yang cocok dikenakannya pada hari itu.Yang simpel, nggak banyak lipatan, dan terlihat fine-fine saja walau tanpa disetrika.
Alhasil, pagi itu, A dan B bisa berangkat kuliah bersama-samaaa. :v
Rabu, 22 Oktober 2014
Rabu, 10 September 2014
BILA CINTA HARUS DITAHAN
Jatuh cinta sebelum waktunya? Ah, bisa jadi, itu cuma ketertarikan sesaat. Istilah umumnya, kasmaran. Lucu kalau kita langsung menyebut itu jatuh cinta. Bisa jadi sekedar tertarik secara fisik.
Ingat; cinta itu ibarat tanaman. Semakin kau pupuk, semakin tumbuhlah ia. Begitupun sebaliknya; jika kau abaikan, cinta itu akan hilang dengan sendirinya.
Bagaimana menjaga hati supaya tak tergoda mengumbar cinta? Gampang-gampang susah, sih. Tapi, kalau ada niat dan usaha, pasti bisa.
Ada ungkapan bijak yang berbunyi : "Jodohmu, sampai kapan pun nggak akan tertukar." Semua yang Allah ciptakan di muka bumi, selalu ada pasangannya. Kalau sudah tiba waktunya, jodoh itu akan datang atas seizin Allah. So, untuk apa khawatir? Toh pacaran tidak menjamin seseorang akan menikah dengan pacarnya. Toh dengan cari perhatian, belum tentu 'si dia' jadi tertarik. Toh dengan banyak bertingkah, orang yang disukai tidak mesti menoleh dan memberi respon. Betul, kan?
Nah, lalu, apa lagi? Kalau kamu jatuh cinta dan sedang butuh tempat untuk menumpahkan segala perasaanmu, carilah tempat yang paling aman. Singkatnya, pada Allah SWT. Dia Maha Tahu, Maha Mengerti. Panjatkan doamu, bisikkan keluh kesahmu, minta pada-Nya untuk menjauhkanmu dari perasaan 'galau'.
Atau, kamu butuh orang lain untuk jadi tempat curhatmu? Silahkan saja. Carilah teman atau sahabat, atau siapapun yang kamu anggap bisa kamu percaya. Tapi tentunya, dia pun harus bisa membantumu.
Carilah yang bisa menjaga rahasia, memberi masukan, dan mendukungmu untuk belajar menyelesaikan masalah. Bukan yang berkata "Cieee....!" ketika kamu tak sengaja berpapasan dengan 'si dia'. Bukan yang hanya sekedar menikmati cerita, tapi tak memberikan masukan apapun. Menenangkan perasaanmu, bukan berarti ia mendukungmu untuk "meneruskan" perasaanmu, melainkan yang bisa mengajakmu move on demi menghindari konsep cinta yang keliru.
Stay cool. Suatu saat nanti, kalau hal itu bukan murni cinta, perasaan itu perlahan-lahan akan terkikis, dan kamu bisa kembali 'hidup normal'.
Jatuh cinta? Jangan ditulis. Nggak perlu diterusin jadi status FB. Entah itu tentang kamu yang papasan sama dia, dapat senyumnya dia, ketemu momen yang bikin kamu bisa lebih sering ngeliatin dia... Jangan ditulis. Apalagi sampai kamu simpan tulisan itu. Nanti susah dilupakan. Kalau toh mau menulis sekadar untuk menumpahkan unek-unek, habis itu, abaikan saja tulisanmu. Nggak perlu diawetkan, nanti bingung gimana ngelupainnya.
Kasmaran itu bukan cinta. :) Cinta itu, ketika kamu dan "dia" telah benar-benar terikat dalam ikatan pernikahan. Kalau sudah begitu, boleh deeh... Halal deh... ^_^ Dengan begini, hatimu akan tetap terjaga dan nggak perlu berurusan dengan "seseorang dari masa lalu". Menunggu itu lebih mudah daripada melupakan. Jadi, selama masa itu belum tiba, silakan memperbaiki akhlak dan pribadi kita.
Jika kamu sedang belajar untuk memperbaiki diri, percayalah, pasanganmu juga tengah mempersiapkan diri untuk menjadi yang terbaik bagi dirimu kelak. Kalian akan cocok! :))
_______________________
Minggu, 07 September 2014
BERIKAN DAN LUPAKAN
"Berikan dan Lupakan!"
Seperti diingatkan kembali. Ketika menjadi ATS (Alumni Training Support) di acara Training ESQ di UMK, 6-7 September 2014 lalu, saya jadi ingat, dulu pun, saya pernah diajarkan tentang indahnya berbagi. Betapa nikmatnya ketika kita bisa ikhlas memberi bantuan, menolong sesama, entah itu dalam bentuk benda maupun tenaga. Luar biasa puasnya ketika kita mampu membuat orang lain tersenyum karena bebannya diringankan.
"Tangan yang seringan angin", begitulah dosen saya memberikan deskripsi tentang kedermawanan sosok Nabi Muhammad SAW. Rasul yang mengajarkan tentang indahnya bersedekah, membantu sesama. Membuat kita tahu bahwa kebahagiaan memberi adalah lebih besar daripada kebahagiaan menerima. Karena memberi adalah pilihan; apakah ingin memberikan sedikit, sebagian, atau malah seluruhnya? Sedangkan menerima adalah mendapatkan sesuatu yang dipasrahkan orang lain; tidak dapat ditentukan apakah kita akan menerima banyak atau sedikit. Bisa jadi, orang yang menerima sedikit akan mengeluh kesal karena mengharapkan pemberian yang lebih banyak lagi.
Pengalaman kerap mengajarkan saya tentang makna berbagi. Pernah suatu ketika, saya mengikuti seminar yang dipelopori oleh Fosma Jateng dan ESQ 165, di Hotel Grasia, Semarang. Kak Yus Ibnu Yasin selaku trainer dalam acara tersebut, memandu para peserta untuk mengambil sepatu masing-masing. Lantas, kami diminta duduk secara berpasangan.
Kami diberi amplop yang berisi selembar tissu. Kata Kak Yasin, "Sekarang, silahkan kalian bertukar sepatu, dan semir sepatu teman kalian sampai bersih!"
Kami menyambut permintaan itu dengan dengungan tak percaya bercampur tawa. Tapi, semuanya menurut saja. Dengan tissu tersebut, kami asyik "menyemir" sambil terus menahan tawa dan menciptakan obrolan dengan kawan-kawan. Usai riuh dengan kegiatan tersebut, Kak Yasin meminta kami berhenti dan beliau sendiri meneruskan bicaranya.
"Nah, teman kalian kan sudah berbaik hati menyemirkan sepatu kalian... Sekarang, kalian bisa membalas kebaikan teman kalian itu. Caranya? Silahkan amplop yang tadi dibagikan, kalian isi dengan uang, berapapun. Berikan kepada teman kalian itu sebagai tanda terima kasih."
Yah, jadilah kami semua merogoh saku masing-masing dan menyisipkan lembaran rupiah ke dalam amplop, kemudian saling menukarkannya. Tidak ada yang memberi tahu, apakah ia memasukkan uang seribu, lima ribu, sepuluh ribu, atau bahkan lebih dari limapuluh ribu.
Kata Kak Yasin, "Apa yang kalian rasakan ketika menyemir sepatu teman kalian? Senang atau sedih?"
Semua peserta kompak menjawab, "Senaang...!"
Beliau tersenyum dan menarik kesimpulan, "Itulah nikmatnya berbagi. Ketika mampu memberi dengan kerelaan hati, kita akan merasa senang, bukan malah terbebani." Kak Yasin melanjutkan kata-katanya yang membuat kami semakin paham tentang makna berbagi. Benar, tidak ada yang merasa terbebani, ketika pemberian yang kita ulurkan memang dilandaskan pada niat yang ikhlas. Maka, ketika kak Yasin menawarkan satu kesempatan lain bersedekah dengan mengatakan, "Setuju tidak, jika uang dalam amplop tersebut kita sumbangkan untuk kegiatan sosial?" Semua langsung menjawab, "Setujuuu...!!" dengan penuh semangat. Amplop dikumpulkan dan semuanya dipasrahkan kepada kakak-kakak ATS untuk diteruskan kepada pihak yang lebih membutuhkan.
Berbagi memang tidak harus dengan banyak uang. Sedekah bukan berarti selalu pakai rupiah. Dengan tenaga pun, kita bisa berjasa untuk orang lain. Walau tidak banyak, uang receh yang kita punya bisa bernilai pahala jika kita ikhlas mensedekahkannya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak berbagi.
Berikan dan lupakan. Banyak-banyaklah memberi, tanpa perlu mengungkit-ungkitnya lagi. Itulah yang Islam ajarkan. :)
"... Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi Rizki yang terbaik." (Q.S. Saba' : 39)
"Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya)bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia." (Q.S. Al-Hadid : 18)
______________________
MASIH PERCAYA AJA SAMA WRITER'S BLOCK??
Tiba-tiba jadi kehilangan bahan untuk dituliskan. Padahal beberapa hari yang lalu, belasan ide bertebaran di kepala, siap dituangkan. Sekarang, kembali terjebak dalam zona writer's block.
Terlalu fokus pada proses editing akan membuat kita kesulitan untuk menulis. Padahal, proses editing adalah proses yang terakhir. Tidak harus kita lakukan langsung ketika selesai menuliskan bahan. Proses ini bahkan bisa kita lakukan setelah lewat beberapa hari, beberapa minggu, bahkan beberapa bulan. Butuh waktu untuk mengendapkan tulisan, untuk membuat kita "lupa", apa saja yang telah kita tuliskan. Dengan begitu, ketika kita mengedit, kita akan mampu menilai secara lebih objektif. Bacalah dengan pikiran yang "kosong", sehingga tidak terganggu dengan ingatan, "Oh, setelah ini akan ada kalimat yang bunyinya begini dan begini."....
Jangan terlalu fokus pada perbaikan kalimat. Tuliskan saja idemu. Tuangkan dalam bentuk rangkaian kata-kata sehingga membentuk banyak paragraf. Acuhkan persepsi 'jelek', 'tulilsan yang buruk', 'tidak enak dibaca', dan sebagainya. Bukankah gunanya menulis adalah supaya pikiranmu menjadi plong? Menumpahkan segala ide yang jika hanya dibiarkan, hanya akan menumpuk dan memusingkan kepala.
Menulis itu supaya hatimu senang, pikiranmu tenang. Maka, buang saja semuanya lewat goresan penamu, lewat ketikan keyboard-mu. Buang, muntahkan, tumpahkan. Tidak peduli seberapa jelek jadinya ia. Kan, yang penting perasaanmu jadi lebih plong. Apalagi yang lebih menyenangkan daripada itu?
Lihat? Kalau kamu bisa mengacuhkan rasa takutmu, inilah yang terjadi. Kamu telah berhasil menulis. Lihat, bukan hanya satu-dua paragraf. Kamu bisa menuliskannya lebih banyak lagi jika pikiranmu belum benar-benar "bersih". Tapi kali ini, rasanya cukup sekian dulu. Lain kali, bolehlah dicoba lagi.
EMOSI? LARILAH PADA DUA HAL INI
Memang benar apa yang dikatakan oleh Aristoteles: "Siapapun bisa marah-marah, itu mudah. Tetapi, marah kepada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang pas demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah." (Dikutip dari buku berjudul Be New You!! Jurus Biar Nggak Jadi 'Jutek' karya Izzatul Jannah)
Nggak bisa dipungkiri, kalau emosi sudah terpancing, rasanya enteng saja membentak-bentak. Gampang berkata kasar. Kesenggol dikit, melotot. Kena sindir dikit, pengen nonjok. Temannya sedang khilaf, dikata-katai. Yahh... sabar, Bu'...
Apa yang biasanya dilakukan kalau emosi kita sedang tidak stabil? Yaa, tergantung orangnya. Ada yang sekali singgung langsung "meledak", ada yang mbatin, ada yang lantas ngomongin di belakang, ada juga yang cuma diam dan lebih memilih untuk tidak membalas. Tingkat kecerdasan emosi masing-masing orang tentu berbeda. Mana yang paling baik? Ya tentu saja yang berusaha semampu mungkin untuk meredam emosinya. Sebab kata Rasul, "Laa taghdhob walakan jannah." Janganlah marah, bagimu surga.
Nggak nyangkal sih, saya juga sering terpancing emosi, walaupun terhadap hal-hal yang cukup sepele. Memang susah mengatur amarah di saat situasi sudah sangat mendukung untuk hal itu. Kalau pengen marah, marah aja. Ketika sedang emosi, salah satu pelampiasan yang ingin saya lakukan adalah BERTERIAK! Teriak sekencang mungkin sampai perasaan tak enak itu pergi jauh dan tidak kembali.
Tapi nyatanya, saya tidak banyak bertindak. Saya lebih memilih untuk diam. Dimarahi padahal nggak salah, saya cuek. Dimarahi padahal ada kesempatan membela diri, saya berpaling. Kenapa? Takut?
Malas debat saja. Saya nggak suka dengan teriakan-teriakan amarah. Saya sebel lihat orang sampai segitu meledaknya cuma gara-gara secuil masalah. Nggak enak lihat orang melotot sambil meninggikan nada bicara. Kalau dia marah gara-gara saya, oke, saya yang akan introspeksi diri. Kalau dia marah tanpa sebab yang jelas, terserah. Saya lebih memilih pergi dan mengabaikan omelan-omelannya.
Kalau toh saya butuh pelarian untuk melampiaskan kekesalan saya, saya lebih memilih untuk percaya pada Allah dan pada buku tulis. Percaya pada Allah, artinya, cukup dengan berdoa, menangis, meminta, atau menumpahkan unek-unek saya kepada Dia Yang Maha Mendengar. Tempat curhat yang paling aman dan menentramkan, siapa lagi kalau bukan Tuhan? Percaya pada buku, artinya, saya cukup menumpahkan emosi saya lewat tulisan tangan dan membacanya untuk diri saya sendiri. Cara ini cukup menentramkan perasaan saya. Beberapa masa kemudian, ketika saya telah berhasil melalui masa-masa menyebalkan itu, saya bisa tersenyum kembali, mengingat betapa "lucu" dan kekanak-kanakannya saya dalam menghadapi masalah tersebut.
Saya cukup santai dengan masalah. Mungkin lebih tepatnya, saya bukan tipikal orang yang pandai menceritakan masalah. Lisan saya kadang kesulitan merangkai kata, kurang fasih mengungkap emosi dan kata hati. Cukup dengan diam dan bicaralah pada Tuhan. Pada Allah SWT.
Selasa, 15 Juli 2014
CONTOH HOMONIM, HOMOGRAF, DAN HOMOFON
1. Apa Itu Homonim, Homograf, dan Homofon?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian homonim, homograf, dan homofon adalah :
a) Homonim : Kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan (tulisan dan bunyinya sama, maknanya berbeda).
b) Homograf : Kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya (graf : gambar, garis, tulisan-- tulisannya sama, bunyi dan maknanya berbeda).
c) Homofon : Kata yang sama lafalnya dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknanya (Fon/phone : suara/bunyi-- bunyinya sama, tulisan dan maknanya berbeda).
2. Apa saja contoh-contohnya?
Banyak. Berikut adalah sebagian contohnya.
a. Homonim : tawar (hambar, tanpa rasa--kegiatan menawar), tanggal (angka kalender--copot, lepas), bisa (dapat melakukan--racun ular), koma (tanda baca--tak sadarkan diri dalam waktu yang lama), pasang (memasang--naiknya permukaan air laut), hak (hak sepatu--kewenangan).
b. Homograf : tahu (lauk--mengetahui, mengerti), kecap (salah satu olahan kedelai--merasakan, mengecap), apel (buah--upacara), pak (panggilan untuk "bapak"--bendel/pack), sedan (mobil--ratapan, sedu sedan).
c. Homofon : Bank & Bang, Rok & Rock, Babat & Babad, Balik & Baligh, Masa & Massa.
Kamis, 10 Juli 2014
TENTANG KEDEWASAAN KITA
Betapa cepatnya waktu berlalu. Satu demi satu teman-temanku mengakhiri masa lajang mereka dan menempuh hidup baru. Mereka telah menemukan pasangan masing-masing, sementara aku berulang kali menjadi saksi setiap pernikahan itu digelar. Cantiknya teman-temanku, pikirku. Dalam balutan gaun pengantin, mereka terlihat anggun dan dewasa.
Jika dipikir-pikir, kita dibesarkan dalam waktu yang sama. bersekolah di madrasah yang sama. Menjalani hari dengan setumpuk PR dan pengajaran guru yang sama. Makan dari warung yang sama. Dijejali tugas, UTS, UAS, dan macam-macam ujian lain yang sama. Usia kita pun tidak jauh berbeda. Hasrat labil kita membuat masa remaja terasa penuh dengan cerita.
Tapi,benar juga kata pepatah. Kedewasaan memang tidak ditentukan dari faktor usia. Ketika jiwa dan kepribadian kita telah matang dan cerdas menyikapi hidup, itulah saat dimana kita pantas disebut dewasa. Dan, kalian dewasa lebih cepat dibanding diriku, teman-teman. Aku terlalu kekanak-kanakan jika diajak bicara pernikahan. :D
Mungkin disaat kalian bercakap tentang walimahan dengan sangat menggebu-gebu, aku masih santai menanggapi sambil ngemut permen lollipop. Ketika kalian sibuk mempersiapkan diri menjadi istri dan ibu, aku masih asyik menjatuhkan diri dalam kenikmatan masa remaja. Terlalu banyak hal yang terasa sayang dilewatkan. Aku masih ingin menikmati kesendirian dengan senikmat-nikmatnya, sampai masa itu tiba--saat dimana aku sudah harus menjadi dewasa setelah bertemu dengan jodohnya. :)
Patut kuakui, kalian cerdas dengan kedewasaan kalian. Belum tentu diriku bisa sesiap kalian. Aku masih ingin hidup dalam 'keegoisanku'. Masih ingin pergi jalan-jalan, mencari pengalaman, menemukan lebih banyak teman. Aku ingin asyik dalam kesendirianku, sampai kutemukan kedewasaan itu.
Jumat, 16 Mei 2014
DELAPAN HAL SEPELE YANG SEBENARNYA MENGGANGGU (2)
Kita sedang asyik mengikuti sebuah forum, atau sedang serius-seriusnya mendengarkan materi dari guru/ dosen. Eh, dari sudut lain, terdengar obrolan-obrolan yang kemudian berdengung di penjuru ruangan. Si ini ngobrol sama si itu, yang di sini ketawa-ketiwi sama yang di situ.... Alhasil, suasana ruangan jadi kek tempat beradu suara. Fokus kita jadi terpecah, nggak jelas antara mau dengerin materi, atau mendengar seliweran suara dari orang lain. Duh, geregetan banget ya?
Kalau ingin mengobrol di dalam forum, ada baiknya jangan sampai mengganggu orang lain. Bisa kok, ngobrolnya sambil bisik-bisik aja. Atau pakai tulisan di kertas, atau sms.... Banyak lah, alternatif lain yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.
Eeh... bukan berarti kemudian saya mendukung mereka yang suka 'bikin forum di dalam forum' loh ya? Maksudnya, memang adalakanya, kita memiliki suatu informasi atau berita yang penting sekali untuk disampaikan. Makanya, saya sarankan untuk menggunakan cara di atas. Kalau obrolannya jelas-jelas nggak penting, ya buat apa? Mending fokus ke materi forum. Rugi dong ya, kalau kita nggak mendengarkan apa yang disampaikan. Iya toh? :)
----------
Mengeluh sedikit itu wajar, namanya juga manusia; adaaa aja cobaannya. Tapi, kalau sedikit-sedikit mengeluh?
"Huuffhh...hari ini panas banget, sih... Mana nggak bawa payung, lagi. Duit tinggal gopek, mau naik angkot juga nggak bisa.... Mau beli es nggak nyukup... Aduuh, keringetaaan!! Basah semua, nih badan gue. Nggak ada yang mau nebengin ya?! Ya ampuun... bedakku luntuuurr...!!"
Dari ocehan di atas, kalimat mana yang menyiratkan rasa syukur? Jawabannya, nggak ada! Semua yang dialami, ia keluhkan sambil bersungut-sungut. Sebelnya lagi, semua itu dia umbar ke orang-orang, baik yang dia kenal maupun enggak. Serasa kena semprot ya?
Apa yang akan kamu lakukan jika di dekatmu ada orang semacam ini? Wedew... mendingan jauh-jauh deh. Orang yang gampang mengeluh, nggak bisa sedikit aja kesentuh hidup susah. Nggak mau ribet, nggak mau ada tantangan. Pengennya hidup yang serba selow dan 'baik-baik saja'. Nggak berani keluar dari zona nyaman.
Guys, daripada banyak mengeluh dan bikin sakit telinga orang, mendingan banyak-banyak bersyukur, deh. Mengeluh itu wajar, tapi kalau berlebihan juga nggak baik buat diri kita dan orang lain. Ingat lho, barang siapa bersyukur kepada Allah, maka Allah akan menambah nikmat yang dianugerahkan pada diri hamba tersebut, dan barangsiapa yang kufur, sesungguhnya adzab Allah itu amatlah pedih.
----------
7. Berdecap-decap Saat Makan
Teman, jika sedang mengunyah makanan, usahkan agar bibirmu tetap mengatup. Berdecap-decap saat makan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang-orang di sekitar, apalagi kalau sedang makan bersama. Mulut yang berbunyi, bisa jadi membuat orang lain kehilangan selera makan mereka. Jadi, tetap katupkan mulut ya?
----------
8. Bersuara Terlalu Keras atau Terlalu Lembut
Gimana rasanya, andaikata kita ngajak ngobrol seseorang, dan dia menyahut setiap ucapan kita dengan suara melengking padahal kita ada di dekatnya? Uih, bikin telinga berdenging sakit.
Selama bisa bersuara dengan frekuensi yang normal, kenapa harus teriak-teriak? Apalagi jika lengkingan itu cuma dibuat-buat. Kesannya jadi kurang sopan dan nggak enak didengar.
Ada juga, orang yang sengaja melembut-lembutkan suara saat berbicara. Bersuara lembut, apalagi bagi wanita, memang menjadi hal yang wajar. Bahkan, wanita yang bersuara lembut biasanya identik dengan sifat manis keibuan dan penuh kasih sayang. Tapi... ups, kalau lembutnya sampai mendayu-dayu dan ada kesan menggoda non-mahram, duh... enggak la yaw! Na'udzubillah min dzalik... Bisa jadi, mereka yang non-mahram senang-senang saja. Tapi untuk sesama wanita, percaya deh, ini tuh bikin gedek banget serasa pengen nguyel-uyel tuh orang.
Jadi, --agak khusus buat perempuan, sih-- jaga suaramu ya, teman? Yang normal-normal aja kalau bicara. Tentunya, nada bicara yang normal akan lebih enak didengar lawan bicaramu.
----------
Yup, itu tadi delapan hal sepele yang sebenarnya bisa mengganggu. Memang ya, yang sepele-sepele itu nggak bisa seenaknya kita abaikan. Walaupun kelihatannya remeh, kalau bikin nggak nyaman, ya mending dihindari aja.
Ada yang ingin menambahkan? :)
8 HAL SEPELE YANG SEBENARNYA MENGGANGGU
Tahukah, guys? Hal-hal di bawah ini, mungkin kelihatannya sepele saja jika
dilakukan. Nggak banyak merugikan orang lain, dan mungkin orang-orang juga
nggak akan protes jika kita melakukannya. Tapi... ups! Perlu kalian perhatikan, nih.
Walaupun mungkin kelihatannya sepele,
dan orang-orang juga nggak protes dengan sikap kita, bukan berarti hal-hal di
bawah ini menjadi sah-sah saja untuk dilakukan. Nggak diprotes, bukan selalu berarti ‘boleh’, lho ya? Bisa jadi karena enggan menegur, kesal dan mengumpat
dalam hati, atau diam-diam membicarakan si subjek dari belakang. Waduh, kalau
sudah begini, jangan sampai deh, kita menyepelekan hal-hal kecil yang
kenyataannya menyakitkan buat orang lain.
Apa aja sih, hal-hal sepele yang kurang
menyenangkan itu? Nah, di sini, saya akan merangkum delapan hal sepele yang
sebenarnya mengganggu. Apa saja itu? Yuk, check
this out!
----------
Sering nggak sih, lihat lingkungan yang
nggak sedap banget dipandang mata, gara-gara sampah yang bertebaran
dimana-mana? Sampah yang menumpuk, selain nggak sedap dipandang mata, juga
dapat menimbulkan bau yang nggak sedap, bahkan menularkan kuman penyebab
penyakit.
Seringkali, orang menyepelekan sampah
kecil dan melemparkannya begitu saja sesuka hatinya. Padahal, bisa jadi tempat
sampah ada di dekat dia. Begitu sadar ada tempat sampah, eeh, bukannya diambil lagi trus dibuang ke situ, malah dibiarin! Ckckck....
Coba bayangkan. Jika setiap orang
menganggap remeh satu bungkus permen saja, dan semua orang memiliki jalan
pikiran yang sama. Akan seperti apa jadinya tumpukan sampah yang menggunung
itu? Ini nggak bisa dianggap sepele, lho. Jika semuanya memandang remeh perihal
membuang sampah sembarangan, wuah... bisa gawat, nih bumi kita.
Makanya, kalau belum menemukan tempat
sampah, pegang saja dulu, atau taruh di saku. Begitu nemu tempatnya, buanglah
di situ. Wah... hebatnya jika setiap orang mau melakukannya. Yuk, kita mulai
dari diri kita sendiri. Biasakan membuang sampah pada tempatnya. J
----------
Seringkali kita dapati –nggak di
sekolah, di kampus, di jalanan... banyak lah!– coretan-coretan nggak
penting dan nggak jelas yang merusak pemandangan. Yang isi coretannya, paling
seputar umpatan, cacian, contekan, kata-kata galau, support buat klub sepak bola ini dan itu, gambar-gambar rak nggenah, dan berbagai macam coretan
yang... aduh, simpelnya saya katakan, nggilani!
Akibatnya, tembok-tembok jadi penuh
dengan coretan, meja-kursi penuh goresan Tip-X, lingkungan jadi nggak sedap
dipandang mata. Kesannya jadi kotor dan nggak terawat. Mending sih, kalau grafitti-nya bagus, dan malah sudah
dinyatakan legal atau sah untuk membuat coretan itu (ada loh, yang sudah dapat
perizinan, dan tentulah gambarnya nggak sekedar gambar abal-abal tanpa
estetika, wedeuh....). Tapi kalau yang asal semprot, asal
gores, asal gambar? Bahkan, ada pula yang meja-kursinya sampai disayat-sayat
pakai cutter. Kalau ditanya alasannya, apa jawabnya? "Iseng aja". Wah wah wah... nggak etis, deu!
Kalau alasannya cuma iseng, mending
corat-coret di kertas aja. Ingat, lingkungan itu milik kita bersama, lho. Jadi,
harus senantiasa dijaga dan bukan malah merusaknya.
----------
3. Ditunggu tapi Lelet
Pernah mengalami kejadian seperti ini?
Kamu lagi naik angkot. Ceritanya udah buru-buru banget tuh, mau ada acara. Nah, di tengah-tengah perjalanan, angkot berhenti. Ada calon penumpang yang udah dilambai-lambaiin sama bapak angkotnya. Si calon penumpang tidak mengangguk atau menggeleng, tapi tetap berjalan mendekat. Tapiii... subhanallah... jarak antara calon penumpang dan angkot masih 100 meter lagi, dan si calon penumpang jalannya aluuuuuuss banget. Kayak nggak sadar kalau lagi ditungguin. Hadeeeh... kalau udah gini sih, bikin gedek banget namanya.
Kalau kejadiannya kayak gitu, dan andaikan posisimu adalah sebagai si calon penumpang, ada beberapa tips dan saran yang ingin saya bagikan. Jika jarak antara kamu dan angkotnya masih jauh, usahakan untuk mempercepat langkah. Jika perlu, setengah berlari. Ini menunjukkan kalau kamu menghargai kebutuhan orang lain di dalam angkot, andaikata ternyata mereka sedang terburu-buru.
Atau, kalau kamu pengennya jalan dengan santai, sebaiknya gelengkan saja kepalamu saat bapak angkot melambaikan tangannya. Artinya, tolak saja angkot yang itu dan tunggulah angkot berikutnya. Dengan begini, kita nggak akan membuat orang lain menunggu dan diam-diam menggerutu ngrasani kita. Setuju...?
----------
4. Menyeret Langkah Kaki
Simpel aja. Menyeret langkah kaki, apalagi di atas tanah atau pasir, apalagi pakai alas sepatu, itu tuh rasanya... aduh, bikin geli telinga. Rasa gelinya tuh, geli-geli risih gitu. Tiap bunyi srak-srek yang dihasilkan saat sandal/ sepatu yang dipakai bergesekan dengan tanah, akan terasa mengganggu dan 'menyakitkan' di telinga.
So, kalau jalan kaki, lebih baik kakinya diangkat saja. Usahakan untuk tidak menyeretnya, kasihan orang lain yang mendengarnya. Oke? ;)
----------
=>>> next =>>
----------
4. Menyeret Langkah Kaki
Simpel aja. Menyeret langkah kaki, apalagi di atas tanah atau pasir, apalagi pakai alas sepatu, itu tuh rasanya... aduh, bikin geli telinga. Rasa gelinya tuh, geli-geli risih gitu. Tiap bunyi srak-srek yang dihasilkan saat sandal/ sepatu yang dipakai bergesekan dengan tanah, akan terasa mengganggu dan 'menyakitkan' di telinga.
So, kalau jalan kaki, lebih baik kakinya diangkat saja. Usahakan untuk tidak menyeretnya, kasihan orang lain yang mendengarnya. Oke? ;)
----------
=>>> next =>>
Senin, 14 April 2014
CIRI-CIRI KARANGAN ILMIAH
Ciri-Ciri Karangan Ilmiah
1. Sistematis
Artinya, harus dituliskan berdasarkan urutan yang benar. Misal : jika kita ingin menyusun sebuah makalah, maka sistematika penulisannya adalah :
1. halaman judul
2. kata pengantar
3. daftar isi
4. pendahuluan (meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan)
5. pembahasan
6. penutup (berupa simpulan dan saran), dan
7. daftar pustaka.
1. halaman judul
2. kata pengantar
3. daftar isi
4. pendahuluan (meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan)
5. pembahasan
6. penutup (berupa simpulan dan saran), dan
7. daftar pustaka.
Urutan tersebut tidak boleh sembarangan diacak-acak. Oleh karena itu, penting untuk menyusun karangan ilmiah secara sistematis.
2. Objektif
Tidak boleh memihak pada apa yang dituliskan di dalam karangan ilmiah. Penulis karangan ilmiah harus menjadi pihak yang netral, walaupun mungkin kenyataannya, dia menyukai sesuatu dari objek penelitiannya.
Misalnya, saya meneliti tentang produk kecantikan X. Kebetulan, saya sendiri memakai produk X dalam keseharian saya. Adalah salah jika kemudian saya tulis: "X adalah produk kecantikan yang telah mendunia. Banyak wanita yang memilih X sebagai kosmetik sehari-hari mereka. X terbukti ampuh mencerahkan kulit dan memancarkan kecantikan... bla bla bla....". (walah!)
3. Cermat, Tepat, dan Benar
Harus sesuai dengan fakta, tidak dikarang-karang atau ditambah-tambahi sendiri. Harus sesuai dengan kenyataan yang ada.
4. Tidak Persuasif
Tidak menggunakan bahasa iklan. Sebuah karangan ilmiah tidak diperkenankan menggunakan bahasa yang persuasif, atau yang mempengaruhi pembacanya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh : (lihat di poin nomer 2 di atas).
5. Tidak Argumentatif
Hindari penggunaan kata seperti 'mungkin', 'menurut penulis', 'barangkali', 'sepertinya', 'kalau tidak salah'... dsb. Karena, kata-kata semacam ini menunjukkan keragu-raguan. Padahal, karangan ilmiah membutuhkan fakta yang meyakinkan.
6. Tidak Emotif
Penulis karangan ilmiah tidak diperkenankan menggunakan kalimat seperti "menurut pengalaman penulis....", atau kalimat-kalimat yang menjurus pada bahasa 'dear diary' (bahasa curhat).
7. Non-Profit Oriented
Tidak berorientasi pada pencarian keuntungan. Menulis karya ilmiah bukan karena mengincar uang/ penghasilan.
8. Tidak Hiperbolis
Tidak perlu menggunakan bahasa yang alay melebay (hiperbola).
Semoga bermanfaat! :)
________________________
Minggu, 06 April 2014
MENGENAL WUJUD SINONIM
Sinonim atau persamaan kata, ternyata nggak sesimpel yang kita pelajari di bangku sekolah, lho. Bukan sekedar bermakna "dua kata atau lebih yang memiliki arti yang sama", melainkan ada penjabaran lain yang membuat sinonim memiliki banyak ragam.
Apa saja ya, macam-macam sinonim itu? Berikut penjelasannya.
1. Sinonim antar morfem*)
bebas dan morfem terikat
Contoh
-> buku dia : bukunya
(dia = morfem bebas, “—nya”
= morfem terikat)
Contoh
lain -> ayah kamu : ayahmu, aku bawa : kubawa, untuk aku : untukku, dsb.
*) Morfem adalah
satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna, tidak dapat dipecah jadi lebih
kecil lagi, yang merupakan bagian pembentuk kata, frase, klausa, dan kalimat. Mirip-mirip
dengan kata, tapi sebenarnya berbeda.
Kalau “dia” bisa disebut sebagai kata maupun
morfem, kalau “—nya” nggak bisa disebut
kata, melainkan disebut morfem.
Contoh lain : merasa -> 1 kata, 2
morfem (me + rasa) ; dipilih -> 1 kata, 2 morfem (di + pilih)... dsb.
2. Sinonim kata dengan kata
Contoh
-> baik : bagus, nyaris : hampir, semua : seluruh, senang : bahagia... dst.
3. Sinonim kata dengan frasa
Contoh
-> besar kepala : sombong, rendah
diri : minder, kepala dingin : tenang...
dsb.
4. Sinonim frasa dengan frasa
Contoh
-> tinggi hati : besar kepala, merah jambu : merah muda, keras kepala :
kepala batu... dst.
5. Sinonim kalimat dengan kalimat
Contoh
-> Kakak mencubit Adik : Adik dicubit Kakak, Rini makan roti : roti dimakan Rini... dst.
Ayoo...
coba berlatih dengan mencari contoh lainnya. Selamat mencoba! J
_______________________Kunjungi juga -> Mengenal Macam-Macam Antonim atau Oposisi
MENGENAL MACAM-MACAM ANTONIM ATAU OPOSISI
Ketika
duduk di bangku Sekolah Dasar sampai SLTA, yang diajarkan guru-guru kita
tentang antonim hanya sebatas “antonim=lawan kata”. Misal : gelap lawan katanya
terang, tua lawan katanya muda, kurus lawan katanya gemuk, dan seterusnya.
Ternyata,
pembahasan tentang antonim nggak sesederhana itu, loh. Karena antonim terbagi
dalam beberapa sifat.
Antonim,
selain disebut perlawanan kata, nama lainnya adalah oposisi. Nah, ada berapa macam sih, oposisi itu? Yuk kita simak! Cekidot! ;)
1. Oposisi Mutlak
Oposisi
mutlak adalah oposisi yang bersifat ‘ya’ atau ‘tidak. Pertentangan maknanya
bersifat mutlak. Artinya, jika salah satunya berlaku, maka yang lain tidak
berlaku.
Contoh
: hidup >< mati
Orang
kalau nggak hidup, disebut mati. Kalau nggak mati, disebut hidup. Kalau mati suri? Ya tetep aja itu
namanya mati, walaupun kemudian hidup lagi. :D
Contoh
lainnya adalah laki-laki >< perempuan. Walaupun dia waria, tetap saja dia
laki-laki. Walaupun tomboy, ya sejatinya dia perempuan.
2.
Oposisi Kutub/ Oposisi Polar
Oposisi
kutub atau oposisi polar adalah oposisi yang tidak terdapat pertentangan mutlak
di dalamnya. Oposisi ini bersifat gradasi. Artinya, ada tingkatan makna pada
kata (seperti ‘agak’, ‘sangat’,... dsb)
Contoh
: panjang >< pendek
Kita
nggak tahu yang disebut ‘panjang’ itu yang ukurannya seberapa, begitupun dengan
yang pendek. Bisa saja kita katakan “sangat panjang >< sangat pendek”,
“agak panjang >< agak pendek”, “sangat panjang >< agak pendek”,
“agak panjang >< sangat pendek”... dst.
Contoh
lainnya seperti : luas >< sempit, besar >< kecil, bagus ><
jelek, rajin >< malas, kotor >< bersih,... dst.
3. Oposisi Relasional
Oposisi
relasional menunjukkan bahwa sebuah kata hadir karena adanya kata lain.
Contoh
: penjual >< pembeli
Adanya’penjual’
karena ada ‘pembeli’.
Contoh
lain : murid ><guru, dosen >< mahasiswa, suami ><istri, dsb.
4. Oposisi Majemuk
Oposisi
Majemuk adalah oposisi yang mempunyai banyak anggota ; alternatifnya lebih dari
satu.
Contoh
:berdiri >< duduk (?)
Belum
tentu. Bisa saja berdiri >< berbaring, atau berdiri >< jongkok, atau
berlawanan dengan tiarap, tengkurap, sujud, dst.
Contoh
lain : menangis >< tertawa, tersenyum, nyengir,... dsb.
Senin, 17 Maret 2014
MENGELOMPOKKAN KALIMAT FAKTA DAN OPINI DALAM TEKS BERITA
Membedakan mana kalimat fakta dan mana kalimat opini, memang gampang-gampang susah. Apalagi kalau yang diteliti adalah teks berita. Jadi, bagaimana cara membedakannya?
Sebelum masuk ke pembahasan tentang cara mengelompokkan kalimat __apakah masuk fakta ataukah opini__ saya akan menjelaskan tentang pengertian, apa itu fakta dan apa itu opini.
1. Fakta
Fakta adalah peristiwa atau keadaan yang benar-benar terjadi (kenyataan).
Contoh : Nama orangtua Qonita adalah Bapak Muslimin dan Ibu Zulaekhah.
Ini adalah kalimat fakta, kalau 'Qonita' yang dimaksud adalah saya, haha...! Dan kalimat ini bisa dibuktikan kebenarannya.
2. Opini
Opini disebut juga pendapat. Simpelnya, opini adalah hasil pemikiran seseorang yang belum tentu benar adanya.
Contoh :- Mungkin nanti sore hujan.
- Dia gadis yang sangat baik.
Dua kalimat di atas disebut opini karena belum dapat dilihat kebenarannya, dan hanya diucapkan untuk mengutarakan pendapat tentang sesuatu.
Kata-kata yang mengindikasikan bahwa suatu kalimat dapat disebut opini antara lain : 'mungkin', 'akan', 'sebaiknya', 'sangat', dan sebagainya. Tapi, bukan berarti setiap kalimat opini pasti mengandung kata-kata di atas. Hal ini akan lebih sulit didapati dalam suatu teks berita.
Nah, yang penting, kan ilmu dasarnya sudah tahu. Yuk, kita korek-korek contoh kalimat berita yang ada di bawah ini.
1. Selesainya putaran pertama babak 12 besar Divisi Utama Liga Indonesia menyuguhkan satu fakta bahwa belum ada satupun tim yang lolos ke babak semi final.
~Ini jelas kalimat fakta~
2. Persaingan setiap grup di babak 12 besar masih sangat ketat.
~Seketat apa sih? Ini namanya opini~
3. Jika keajaiban terjadi, Mahesa Jenar bahkan bisa menjadi juara grup.
~Kelihatan kalau ini adalah opini~
4. Tiga pertandingan dilalui dan gawang Mahesa Jenar selalu kebobolan lebih dari satu gol.
~Fakta. Ini sudah terjadi~
5. Di putaran kedua, Morris sudah bebas dari kartu.
~Fakta~
6. Ia menegaskan, evaluasi selalu dilakukan secara menyeluruh.
~Apa iya 'selalu'? Ini kalimat opini~
Nah, selamat berlatih! :)
[sumber berita : Koran Tribun Jateng, Agustus 2013]
Langganan:
Postingan (Atom)