Banyak yang mengaku iri dan bertanya,
bagaimana saya bisa begitu menikmati hidup. Seolah-olah saya sangat jarang
diterpa masalah. Atau, jika pun saya menghadapi suatu masalah, saya bisa dengan
santai menghadapinya.
Lantas, ada juga yang berspekulasi
bahwa saya seperti ini karena saya memiliki golongan darah yang dikenal
memiliki sifat sangat menikmati hidup.
Lho? Saya tidak mengerti mengapa ini semua bisa sampai dikaitkan dengan
golongan darah. Entahlah. Yang jelas, beberapa orang menilai saya seolah tidak serius dalam menjalani hidup.
Saya hanya bisa tersenyum. Begitu ya,
orang menilai saya? Yah, bagus lah. Setidaknya, mereka bisa belajar untuk
tenang dalam menghadapi masalah. Apakah ini karakter yang buruk?
Adakalanya, ya – saya merasa, ini
agak keterlaluan juga. Maksud saya, bagaimana kalian bisa tetap tertawa,
sementara kalian sedang dihadapkan pada situasi yang begitu buruk?
Saya kadang bingung dengan diri saya
sendiri. Apakah ini sifat yang “tidak waras”?
Begini. Pernah suatu ketika, saya
mendapat tugas dari dosen untuk membuat makalah. Salah satu kebiasaan saya
adalah, saya paling tidak suka mengerjakan tugas tepat waktu – harus mepet
dengan deadline, barulah ide bisa
mengalir dengan lancar (mungkin ini salah satu alasan mengapa teman-teman
melihat saya seolah tidak pernah sibuk dengan tugas. Yah... karena saya suka
menumpuk tugas dalam satu waktu, dan beres dalam satu waktu pula, hehehe).
Saya mengerjakan makalah, malam
sebelum tugas wajib dikumpulkan. Serius sekali saya kerjakan makalah itu,
sampai tidak peduli kalau malam sudah semakin larut.
Beberapa jam kemudian, alhamdulillah, tugas selesai dengan
baik. Ahh... leganya bukan main. Saya dengan senangnya tersenyum menikmati
“hasil karya” saya. Lalu, karena saya merasa ada beberapa file yang menumpuk dan
sepertinya tidak lagi terpakai, saya hapuslah file-file itu. Lalu, eh, ada file “Daftar Pustaka”? Ah, sudah
tidak terpakai lagi. Dibuang saja. Maka, klik!
Dengan sekali tekan tombol delete,
terhapuslah file-file tak berguna
itu. Saya bernapas dengan lega. Wah... wah... wah....
Sedetik, dua detik, tiga detik. Saya
baru sadar, sepertinya, ada yang salah. Hei,
bukannya tadi nama file makalah saya
adalah....
Glek! Tepat
sekali. Daftar Pustaka! Saya lupa
mengganti nama file-nya dengan
“Makalah”, “Tugas”, atau apalah. Dan... Emmaaaaaaaaakkk.... apa yang sudah
anakmu ini lakukaaaaann...??? Huaaaaaa...!!!
Serasa ingin menangis keras-keras
saja! Saya frustasi! Berulang kali mencoba memeriksa ulang file, tapi percuma. Sudah
terhapus dengan sangat jelas. Jejaknya pun tak terlihat di Recycle Bin karena saya menyimpan dan
menghapusnya di fashdisk. Oh ya
Robb... that was a terrible night!!
Saya kesal pada diri saya sendiri.
Lebih kesal lagi karena teryata, di saat situasi sudah serunyam itu, saya tidak
bisa menangis! Benar-benar tidak bisa menangis. Saya justru malah tertawa dan
curhat di grup WA tentang kejadian yang menimpa saya. Saya sendiri heran kenapa
saya malah jadi tertawa – walaupun dengan tawa yang bagi saya sendiri dirasa
tak nyaman; bagaimanalah mau nyaman kalau situasinya saja seperti ini? Betapa
cerobohnya. Betapa frustasi, sekaligus membingungkannya.
Saya lihat jam, oh, sudah hampir
tengah malam. Bagaimana ini? Benar-benar sudah mepet, mau-tidak mau memang
harus dilembur. Tapi, saya bosan mengerjakan makalah yang sama, dan tentu saja,
saya harus merangkai ulang kata-kata yang sudah saya buat dan saya hapus dengan
gegabah.
Akhirnya, saya memilih untuk mencari
hiburan barang sejenak. Saya putar lah film Doraemon, “Stand by Me”. Baru di
situ saya bisa nangis, gara-gara film. -__-
Puas nonton, semangat saya seperti
di-charge kembali. Entah apakah ini
efek dari melihat tekad si Nobita untuk menjadi lebih baik (untuk sejenak, saya
merasa memiliki banyak kesamaan dengan Nobita, aish!). Selesai nonton, saya
buat lagi makalah dari awal sampai akhir. Kapok dengan kejadian yang lalu, saya
ganti nama file dengan nama yang
lebih “masuk akal”. Menjelang Subuh, barulah makalah itu selesai. Ahh... alhamdulillah... pengalaman lembur yang
nggak akan terlupakan!
So,
kesimpulannya, mengapa saya bisa terlihat begitu tenang dan santai? Saya
benar-benar tidak tahu. Kadang, saya pun ingin seperti orang kebanyakan, yang
terlihat “normal” dengan menangis saat mendapat masalah, atau setidaknya
terlihat sedih dan semacamnya. Tapi saya tidak... dan ini membuat saya bingung
sekaligus... sedih. -.-
Bukan berarti saya tidak pernah
menangis. Bukan berarti saya tidak pernah merasa putus asa. Hanya saja, bagi
saya, setiap pengalaman adalah guru yang berharga. Saya sangat menghargai
bagaimana cara “guru terbaik” saya itu memberikan pelajarannya. Kadang, saya
dibuat sangat bahagia. Namun adakalanya, saya pun bisa dibuat merasa sangat
jatuh dan kebingungan mencari pijakan. Saya seperti menemukan jalan buntu,
namun ternyata, dengan usaha yang sedikit lebih keras, saya sadar kalau jalan
buntu itu tidak ada. Pasti ada penyelesaian untuk setiap masalah. PASTI.
Sedari awal, saya sudah berkomitmen.
Apa pun pelajaran yang saya dapatkan dalam hidup ini, saya hanya akan mengambil
hikmahnya dan menikmati hidup dengan cara saya saja. Saya akan berusaha untuk
menikmatinya, bahkan dalam lelah sekali pun. Bagi saya, hidup di dunia ini saja
seperti sebuah wujud cinta Tuhan untuk diri saya. So, nikmati saja. Jalani
saja, sambil tak pernah lepas berharap, Allah akan memeluk hangat mimpi-mimpi
kita. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar