Minggu, 21 Juni 2015

(KATANYA) MENGGALI IDE ITU MUDAH, MASA??



Apakah menggali ide untuk sebuah karya fiksi adalah hal yang mudah?

Saya pernah mengikuti sebuah seminar kepenulisan. Layaknya seminar kepenulisan pada umumnya, sang pembicara – yang tentunya adalah seorang penulis – menjabarkan tentang bagaimana cara menulis sebuah cerita, juga contoh karya-karya yang pernah ia buat. Keren.

Ketika tiba pada sesi tanya-jawab, saya mengangkat tangan dan melontarkan satu pertanyaan, yang pastinya sangat lazim kalian dengar dalam tiap seminar sejenis: Bagaimana cara menggali ide sebuah tulisan? Karena setahu saya, banyak penulis yang mengatakan, “Menggali ide itu mudah.” Amati saja sekitarmu, akan ada banyak hal yang nantinya bisa kamu tuliskan menjadi sebuah cerita.

Akan tetapi, saya melengkapi pertanyaan itu dengan sebuah request: “Tolong Anda sebutkan satu buah kata, lalu Anda buat menjadi sebuah cerita, dari awal, konflik, sampai ending-nya.” Tahu apa yang kemudian terjadi?

Sang pembicara menjadi kebingungan sendiri, dan pada akhirnya memohon maaf karena tidak dapat memenuhi permintaan saya.

Kesimpulannya, apakah menggali ide untuk menulis cerita adalah hal yang mudah?

Tidak. Ternyata, memang sulit sekaliiiiiiii...!!

Saya memang hobi menulis. Saya suka membuat puisi, cerpen, novel, apa saja. Kadang, karya yang seharusnya menjadi sangat panjang seperti novel, pada akhirnya malah tidak jadi diteruskan, berhenti di tengah jalan. Salah satu kendalanya, tentu saja ide. Tahu-tahu jalan cerita menjadi mandek, bingung bagaimana harus meneruskannya. Apalagi, saya tipikal penulis yang jarang merancang kerangka karangan terlebih dahulu – mendingan to the point saja.

Saya adalah orang yang sangat moody. Semua berjalan baik ketika mood saya baik, dan menjadi buruk ketika mood saya tidak mendukung. Jadi, bagi saya, menggali ide jelas bukan hal yang mudah dan bisa dilakukan setiap saat.

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan agar tetap dapat menulis?

Bagi saya, menulis tidak harus selalu berarti menelurkan karya. Menulis bukan selalu diperuntukkan bagi puisi, cerpen, maupun novel. Mengisi diary juga menulis. Menumpahkan uneg-uneg di kertas atau di laptop juga disebut menulis.

Menulis tidak harus bagus. Tidak harus memiliki unsur-unsur intrinsik dan kriteria kepenulisan yang benar. Justru, tulisan yang baik adalah tulisan yang dibuat saat kita ingin menulisnya. Bukankah diary ditulis ketika kita sedang punya beban pikiran? Ide sebagus apa pun untuk membuat cerpen, ketika mood kita sedang tidak baik untuk menuliskannya, kacaulah tulisan kita.

So, jika kalian memang sedang tidak punya ide, tulis saja bahwa kalian sedang tidak punya ide. “AAAA... saya sebel banget gara-gara pengen nulis, tapi ide sama sekali nggak muncul di kepala saya! Saya mesti gimanaaaa...!! Pengen jalan-jalan, pengen makan es krim, ngemil sambil nonton film terbarunya Detektif Conan! Sebeeelll... banyak tugas, disuruh bikin makalah, senep sayaaa!” Itu contoh ungkapan hati, nggak masalah kalau ditulis, asal nggak dibagi-bagi. Orang lain juga senep kali dengerin omelanmu, hahaha....

Menulis itu butuh hati, ceila.... Jadi, jangan terlalu fokus pada ide atau karya yang baik. Menggali ide itu, saya akui, memang tidak mudah. Menggali ide itu sulit, tapi juga bukan berarti mustahil didapat.

Nah. Selamat menulis kembali. :)

Rabu, 10 Juni 2015

SAYA PUN INGIN MENJADI MANUSIA "NORMAL"


Banyak yang mengaku iri dan bertanya, bagaimana saya bisa begitu menikmati hidup. Seolah-olah saya sangat jarang diterpa masalah. Atau, jika pun saya menghadapi suatu masalah, saya bisa dengan santai menghadapinya.

Lantas, ada juga yang berspekulasi bahwa saya seperti ini karena saya memiliki golongan darah yang dikenal memiliki sifat sangat menikmati hidup. Lho? Saya tidak mengerti mengapa ini semua bisa sampai dikaitkan dengan golongan darah. Entahlah. Yang jelas, beberapa orang menilai saya seolah tidak serius dalam menjalani hidup.

Saya hanya bisa tersenyum. Begitu ya, orang menilai saya? Yah, bagus lah. Setidaknya, mereka bisa belajar untuk tenang dalam menghadapi masalah. Apakah ini karakter yang buruk?

Adakalanya, ya – saya merasa, ini agak keterlaluan juga. Maksud saya, bagaimana kalian bisa tetap tertawa, sementara kalian sedang dihadapkan pada situasi yang begitu buruk?

Saya kadang bingung dengan diri saya sendiri. Apakah ini sifat yang “tidak waras”?

Begini. Pernah suatu ketika, saya mendapat tugas dari dosen untuk membuat makalah. Salah satu kebiasaan saya adalah, saya paling tidak suka mengerjakan tugas tepat waktu – harus mepet dengan deadline, barulah ide bisa mengalir dengan lancar (mungkin ini salah satu alasan mengapa teman-teman melihat saya seolah tidak pernah sibuk dengan tugas. Yah... karena saya suka menumpuk tugas dalam satu waktu, dan beres dalam satu waktu pula, hehehe).

Saya mengerjakan makalah, malam sebelum tugas wajib dikumpulkan. Serius sekali saya kerjakan makalah itu, sampai tidak peduli kalau malam sudah semakin larut.

Beberapa jam kemudian, alhamdulillah, tugas selesai dengan baik. Ahh... leganya bukan main. Saya dengan senangnya tersenyum menikmati “hasil karya” saya. Lalu, karena saya merasa ada beberapa file  yang menumpuk dan sepertinya tidak lagi terpakai, saya hapuslah file-file itu. Lalu, eh, ada file “Daftar Pustaka”? Ah, sudah tidak terpakai lagi. Dibuang saja. Maka, klik! Dengan sekali tekan tombol delete, terhapuslah file­-file tak berguna itu. Saya bernapas dengan lega. Wah... wah... wah....
Sedetik, dua detik, tiga detik. Saya baru sadar, sepertinya, ada yang salah. Hei, bukannya tadi nama file makalah saya adalah....

Glek! Tepat sekali. Daftar Pustaka! Saya lupa mengganti nama file­-nya dengan “Makalah”, “Tugas”, atau apalah. Dan... Emmaaaaaaaaakkk.... apa yang sudah anakmu ini lakukaaaaann...??? Huaaaaaa...!!!

Serasa ingin menangis keras-keras saja! Saya frustasi! Berulang kali mencoba memeriksa ulang file, tapi percuma. Sudah terhapus dengan sangat jelas. Jejaknya pun tak terlihat di Recycle Bin karena saya menyimpan dan menghapusnya di fashdisk. Oh ya Robb... that was a terrible night!!

Saya kesal pada diri saya sendiri. Lebih kesal lagi karena teryata, di saat situasi sudah serunyam itu, saya tidak bisa menangis! Benar-benar tidak bisa menangis. Saya justru malah tertawa dan curhat di grup WA tentang kejadian yang menimpa saya. Saya sendiri heran kenapa saya malah jadi tertawa – walaupun dengan tawa yang bagi saya sendiri dirasa tak nyaman; bagaimanalah mau nyaman kalau situasinya saja seperti ini? Betapa cerobohnya. Betapa frustasi, sekaligus membingungkannya.

Saya lihat jam, oh, sudah hampir tengah malam. Bagaimana ini? Benar-benar sudah mepet, mau-tidak mau memang harus dilembur. Tapi, saya bosan mengerjakan makalah yang sama, dan tentu saja, saya harus merangkai ulang kata-kata yang sudah saya buat dan saya hapus dengan gegabah.

Akhirnya, saya memilih untuk mencari hiburan barang sejenak. Saya putar lah film Doraemon, “Stand by Me”. Baru di situ saya bisa nangis, gara-gara film. -__-

Puas nonton, semangat saya seperti di-charge kembali. Entah apakah ini efek dari melihat tekad si Nobita untuk menjadi lebih baik (untuk sejenak, saya merasa memiliki banyak kesamaan dengan Nobita, aish!). Selesai nonton, saya buat lagi makalah dari awal sampai akhir. Kapok dengan kejadian yang lalu, saya ganti nama file dengan nama yang lebih “masuk akal”. Menjelang Subuh, barulah makalah itu selesai. Ahh... alhamdulillah... pengalaman lembur yang nggak akan terlupakan!

So, kesimpulannya, mengapa saya bisa terlihat begitu tenang dan santai? Saya benar-benar tidak tahu. Kadang, saya pun ingin seperti orang kebanyakan, yang terlihat “normal” dengan menangis saat mendapat masalah, atau setidaknya terlihat sedih dan semacamnya. Tapi saya tidak... dan ini membuat saya bingung sekaligus... sedih. -.-

Bukan berarti saya tidak pernah menangis. Bukan berarti saya tidak pernah merasa putus asa. Hanya saja, bagi saya, setiap pengalaman adalah guru yang berharga. Saya sangat menghargai bagaimana cara “guru terbaik” saya itu memberikan pelajarannya. Kadang, saya dibuat sangat bahagia. Namun adakalanya, saya pun bisa dibuat merasa sangat jatuh dan kebingungan mencari pijakan. Saya seperti menemukan jalan buntu, namun ternyata, dengan usaha yang sedikit lebih keras, saya sadar kalau jalan buntu itu tidak ada. Pasti ada penyelesaian untuk setiap masalah. PASTI.


Sedari awal, saya sudah berkomitmen. Apa pun pelajaran yang saya dapatkan dalam hidup ini, saya hanya akan mengambil hikmahnya dan menikmati hidup dengan cara saya saja. Saya akan berusaha untuk menikmatinya, bahkan dalam lelah sekali pun. Bagi saya, hidup di dunia ini saja seperti sebuah wujud cinta Tuhan untuk diri saya. So, nikmati saja. Jalani saja, sambil tak pernah lepas berharap, Allah akan memeluk hangat mimpi-mimpi kita. J

Selasa, 09 Juni 2015

B-A-P-E-R


Saya tertarik dengan kata yang satu ini. Kalau nggak salah, istilah ini sedang booming sekarang. Memang apa artinya?

Baper : Bawa Perasaan.
Tanpa perlu saya terangkan panjang-lebar, tentu kalian sudah sangat paham apa itu baper – atau malah jangan-jangan sudah pernah mengalaminya sendiri? Hehehe... saya pun sama. 

Istilah baper erat sekali kaitannya dengan masalah hati. Biasa, lah... simpelnya, hal ini selalu terkait dengan masalah cinta (ehm ehm). Orang yang sedang tertarik dengan orang lain, cenderung melebih-lebihkan atau menganggap istimewa apa-apa yang dilakukan oleh si dia. Misal, disapa sedikit, senangnya bukan main. Diajak ngobrol, wuah... ngalamat entar jadi bahan gosipan yang empuk buat diobrolin bareng teman-teman. Di-chat, di-like statusnya, di-comment, rasanya udah ampuh banget buat bikin hati kebat-kebit nggak karuan. Susah tidur, sekalinya tidur, yang ada di mimpi malah dia. Ecieee... ada yang lagi jatuh cinta nih yeee...!

Saya bukan penasihat dan bukan pakarnya cinta (hahaha, apa sih?). Maka, saya nggak akan menasihati kalian untuk menjaga hati dan blablabla semacamnya.... Mungkin lebih tepatnya, berbagi pengalaman saja. Kapan terakhir kali kalian jatuh cinta? Atau, sedang jatuh cintakah kalian sekarang? Kalau boleh kepo, dengan siapa? Bagaimana rasanya tiap kali bertemu? Adakah hal yang menurutmu spesial dari dia?

Lumrah dan wajar banget, kok. Bicara soal baper, saya juga dulu baperan (eaa... dulu? Sekarang??). Haha... iya... dulu, kok, masa-masanya masih labil. Sekarang, mah, biasa aja. Sebenarnya yang paling berpengaruh besar sih, gara-gara saya abis baca cerpennya Abang Tere Liye (Abang, hihihi). Kalau kalian fans, pasti kalian tahu, cerpen apa yang saya maksud. Gilak, si Abang keren pisan, nusuk hatinya jlebb banget! Semenjak saya baca itu cerpen, saya jadi nggak baperan lagi! Terima kasih, Abang Tere Liye...! *berasa sesi iklan klinik TongFang deh, oke lanjut*

Capek banget jadi orang baperan. Apa-apa dibawa pikiran. Kena interaksi dikit jadi dilebih-lebihkan. Apalagi buat para perempuan, nih, yang hatinya lebih sensitif dan perasa. Duh... giliran si dia ada yang punya *emaknya yang punya*, rasanya,kok jadi sakiiiitt banget. Jangankan ada yang punya, baru ngelihat dia didekati sama yang lain aja, uiiihh, cemburunya luar biasa. Bisa kebawa badmood seharian. -__-

Baper. Jujur, sih, saya agak nggak suka sama istilah ini. Kenapa ya? Mungkin karena saya tipikal orang yang ANTI BANGET denger kata-kata “galau”, “susah”, “sakit hati”... Ecieh, berasa saya jadi orang paling bahagia aja di dunia, hahaha... 

Bukan berarti saya nggak pernah merasakan hal semacam itu; sedih, susah, patah hati, cemburu, gelisah, deg-degan... tapi, plis. Bagi saya, itu cuma sekelebat bayang dan sekilas iklan nggak penting. Ya penting sih, tapi kalau belum waktunya, jadinya nggak penting. Bingung?? Sama. -__-

Artinya, ya udah siih... nggak usah alay baper-baperan. Hidup ini punya banyak cerita indah, coy, yang nggak mesti selalu kamu dapetin dari si dia. Kamu punya banyak hal yang bisa dijadikan kenangan. Hal-hal yang nggak melulu berurusan dengan masalah hati, cinta, kasmaran, aah, apalah itu. Kalian punya keluarga, punya teman, sahabat, orang-orang yang bisa kalian ajak berbagi. Ngapain pusing-pusing mikirin orang yang belum tentu mikirin kita?

Kalau ada yang masih merasa baper, saya mau lanjutin iklan TongFang. Baca aja cerpen Tere Liye di kumcer “Berjuta Rasanya” dan “Sepotong Hati yang Baru”. Di antara banyak cerpen, kalian akan tahu cerpen apa yang saya maksud. Keren...!
*Iklan tanpa bayaran, nih. Berharap aja suatu saat nanti bisa ketemu langsung sama Tere Liye, aamiin*
*****

ALLAH, AKU JATUH CINTA! (Fenomena Organisasi dan Cinta)


“Duh… tuh si Mas A lucu banget, sih… gokil, bikin ketawa mulu kerjaannya,” seorang gadis cekikikan sambil bercerita tentang ulah seorang temannya. Yang mendengarkan cerita manggut-manggut sambil tersenyum, tahu betul bahwa yang diceritakan adalah teman satu organisasi mereka. Keduanya menikmati cerita sambil sesekali tertawa bersama.

“Dia emang gitu orangnya. Aku aja pernah lho, suatu hari ngobrol sama dia tentang –blalabla….” Cerita disambung oleh si teman, masih dengan tokoh yang sama. Begitu seterusnya, keduanya saling menceritakan “si Mas” yang kedengarannya begitu istimewa.
            
Di lain tempat….
‘Duh, kayaknya, aku naksir sama akhwat B. gimana ya caranya, supaya dia tahu kalau aku suka sama dia? Tapi… kalau sampai teman seorganisasi tahu, bisa runyam urusan,” seorang lelaki gelisah memegang ponselnya. Ragu-ragu antara ingin menuruti hasratnya menelepon “seseorang” atau berusaha tetap tenang dengan perasaannya.

Lain tempat lagi….
Drrrtt…! Ponsel bergetar tanda ada pesan masuk. Seorang gadis, begitu membaca nama yang tertera, langsung semangat membuka inbox-nya.
C : besok jangan lupa datang rapat, ya. Penting, ada yang mau dibahas.
Si gadis tersenyum, dengan cepat membalas pesan.
D : Iya… tau… nggak usah disuruh juga pasti datang.
C : Wah… kamu memang rajin sekaliii…. Nggak salah organisasi ini memilih kamu….
D : Hahaa… bisa ajaa, aku jadi maluuu….
Obrolan via ponsel terus berlanjut. Jika itu obrolan dengan lisan, kelihatannya, orang lain akan menangkap itu sebagai hal yang terkesan… apa ya? Mesra? Ehem….
*****

Membaca tulisan saya di atas, antum sudah bisa menebak saya ingin membahas soal apa? Kalau antum pernah punya pengalaman organisasi, yang mana organisasi itu bukan hanya berisi ikhwan (laki-laki) saja atau akhwat (perempuan) saja, melainkan membaur antara keduanya, tentu antum paham apa maksud saya. Hehehe….

Organisasi. Kalau boleh saya terjemahkan secara bebas, organisasi adalah kelompok yang bisa kalian manfaatkan untuk mengasah softskill dan mendapatkan pengalaman yang nggak akan kalian dapatkan dengan sekadar teori di bangku sekolah atau kuliah (wueess… keren gilak nggak tuh? :v). Bener, kan? Bahkan adakalanya, – terutama banget nih buat kalian yang lagi kuliah, dimana masa-masa itu biasanya lebih banyak waktu senggang daripada pas kalian masih sekolah – organisasi jadi lebih diutamakan ketimbang pendidikan. Iya nggak, sob? (Saya aja kadang gitu kok, moody banget urusan belajar. Lebih enak belajar dari pengalaman, eeaaa…!)

Lalu, apa aja yang bisa kalian dapatkan dari sebuah organisasi? Wuah, banyak! Pengalaman, asah keterampilan, asah otak (ribet ngurus acara dan dikejar deadline, sementara tugas lain di luar organisasi menunggu untuk diselesaikan), menambah teman, menambah pengalaman, termasuk… ehm, ada juga yang memanfaatkan organisasi sebagai ajang “bertemu si doi” (cuiwit!). Aduh… ada udang dibalik bakwan, nih.

Memang ya, guys, interaksi antarsesama anggota organisasi menjadi hal yang tidak terhindarkan lagi. Pasti lah ya, yang namanya komunikasi dan saling kerjasama antaranggota itu sangat dibutuhkan. Kalau nggak gitu, acara dan kegiatan yang direncanakan nggak akan bisa berjalan. Taapii… sepertinya… ada hal lain yang perlu antum perhatikan. Apa sebenarnya tujuan kalian masuk dan berkontribusi dalam organisasi?

Niat. Satu hal itu akan sangat berpengaruh terhadap apa yang selanjutnya akan kalian kerjakan. Untuk apa organisasi tersebut menyelenggarakan kegiatan? Tentu semua itu ada maksudnya. Ada tujuan yang ingin kalian capai. Oleh karenanya, sekali pun organiasi itu menuntut banyak tenaga dari kalian, sampai kalian capek dan pusing kepala sendiri, kalian akan tetap memperjuangkannya hingga berhasil. Bahkan, begitu acara sudah terselenggara pun, kalian masih bersedia meluangkan waktu untuk melakukan evaluasi. Mencari-cari letak kesalahan, bersedia menerima kritikan, demi perbaikan untuk acara selanjutnya.

So, saya ingin mengajukan satu pertanyaan: Lelah kalian itu untuk apa? Atau, untuk siapa?

Tahukan kalian? Berorganisasi juga bisa bernilai ibadah, lho. Katakanlah kalian ingin mengadakan kajian dalam rangka hari besar tertentu, yang mana kajian itu berisi tentang nasihat-nasihat baik; atau semisal kalian ingin mengadakan seminar dan mendatangkan para pakar; atau menabung bersama, mencari dana bersama, bisnis dadakan bersama demi keberlangsungan sebuah acara yang akan mengundang dan melibatkan banyak orang di dalamnya… lalu orang-orang yang mengikuti acara kalian merasa termotivasi dengan ilmu baru yang didapatkan… itu adalah tabungan kalian, sahabatku. Tabungan pahala, tabungan amal jariyah – apalagi jika orang-orang yang pernah terlibat terus berusaha mengamalkan kebaikan yang kalian tanamkan. That’s great! Kalian keren, Sobat! Pahala mengalir dengan lancar walau pun lelah kalian sudah berkurang dan hilang.

Tapi, sekali lagi, sobat, niat. Niat kalian melakukan itu dalam organisasi untuk apa? Apakah benar niatan kalian sudah lurus?

Eits, tunggu. Niat yang lurus? Niat yang seperti apa itu?

Lillah. Semua yang dilakukan berlandaskan cinta dan pengorbanan untuk Allah. Apa maksudnya? Antum tentunya sudah paham seperti apa itu niat yang lillah. Bahwa ketika kita merasa lelah, kita tidak lantas berputus asa. Ketika kita merasa jenuh, kita tidak lantas meninggalkannya. Semua usaha yang dilakukan, dilandaskan pengharapan akan mengalirnya pahala untuk kita. Bahwa kita melakukan hal itu untuk berjuang di jalan-Nya. Asek….

Lantas, sobatku. Apakah semua rasa lelah kita sudah pasti menuai pahala?
Apakah usaha kita sudah pasti diridhoi oleh-Nya?
Apakah niatan kita dapat diterima sebagai amal ibadah?

Hahaha… saya nggak lagi sok serius lho ini. Memang serius. Karena, pada kenyatannya, tidak semua lelah yang kita usahakan bisa bernilai pahala. Waduh, kan bahaya?

Tentu ini bukan sekadar hal yang bisa dianggap remeh. Sudah capek-capek, berhari-hari mikir, berhari-hari sibuk, menguras uang-waktu-tenaga… tapi ujung-ujungnya? Nol besar! Kan sayang.... trus, capek dan keringetnya kita yang kemarin kemana aja? Buat apa?

Ups, o-oww… rupanya, ada hal lain yang jadi inceran! Bukan lagi pahala. Atau, pahalanya nanti aja lah. Asal… bisa ketemu sama si dia….

Ealaah… lagi kena VMJ toh…. Itu tyuuuu… Virus Merah Jambon…. Hehehe….
Mumpung bisa ketemu sama ikhwan A, bisa ngobrol sama akhwat B, bisa sibuk bareng sama si C…. eeh, giliran si ABC yang dimaksud nggak dateng, lemes sendiri jadinya. Malas ah ikut rapat. BĂȘte ah ikut kegiatan. Capek nih, nggak ada yang nyemangatin. Bosan nggak ada si dia….

Duh… sedih banget jadinya. Yang tadinya udah semangat karena bakal ketemu sama si doi, akhirnya jadi bad mood gara-gara si doi yang ditunggu lagi berhalangan hadir. Rapat jadi nggak konsen, apalagi di kegiatannya langsung. Yang tadinya power kayak udah full charged, mendadak jadi low battery. Percuma ikutan, kalau yang bikin semangat malah nggak ada…. T-T

Sedihnya lagi, kalau ternyata di dalam organisasi yang sama, ada yang terlibat cinta segitiga, segi empat, pentagonal, heksagonal…. Duuh… nggak tahan…. T-T Nggak kebayang gimana kacau-balaunya hati ini. Kalau digambar, bakalan ruwet banget mirip benang kusut. Urusan hati memang syelaaalu bikin otak mumet. Si A suka sama si B, B suka C, C suka D, D suka EFGHIJ. Mak… mau cemburu juga gimana…. Mereka sering bareng pun ada alasannya, kesibukan organisasi. Mau kita marah juga gimana, toh mereka punya maksudnya, demi organisasi. Sial, organisasi dijadiin alasan. Enak bener sih dia! *ceritanya lagi cemburu* Kenapa sibuknya nggak sama aku aja? Kenapa kemana-mana minta ditemenin sama dia? Aku toh kerjanya bisa lebih baik daripada dia. Iyuh!!

Dududuh… Nggak enak banget deh rasanya, kalau udah begini kejadiannya. Padahal, organisasi yang kita ikuti membutuhkan semangat dan tenaga kita. Kalau udah begini, siapa yang bertanggungjawab atas kegalauan yang menyusup ke hati? Siapa lagi yang bisa mengobati? Butuh penawar, tapi apa lagi kalau bukan si dia….?? Parahnya lagi kalau ceritanya udah masuk wilayah cemburu-cemburuan. Bisa kacau lagi urusan. Yang berteman bisa saling memunggungi, yang berkawan bisa saling menjauhi. Yang tadinya doyan bercanda jadi doyan ngegosip… ckckck….

Nah, guys. Sekali lagi, niat. Bukankah berkecimpung di organisasi memang selalu butuh pengorbanan? Tidak heran kalau kita sampai harus jungkir-balik-banting-tulang-peras-keringat saat sudah bergabung dalam sebuah perjuangan. Selama niatan kita baik, apalagi dari awal sudah lillah, percaya deh, apapun masalah loe, loe nggak akan galau, men. Apalagi kalau cuma sekadar gara-gara nggak ada yang bisa “nyemangatin”. Emangnya cheerleader?

Secapek apapun kita, sebanyak apapun hal yang harus kita usahakan, kalau larinya sudah ke Allah, semua masalah BERES! Allah sendiri yang menjamin, kok. Kalau kamu mau berjuang di jalan Allah, Allah yang bantu. Kalau kamu berkeringat kepanasan dan kecapekan karena perjuanganmu, Allah yang ganti dengan pahala. Kalau kamu sampai penat, nyaris putus asa tapi tetap memperjuangkannya, Allah yang jamin, “Surgalah balasanmu.” Nah loh, kurang keren apalagi coba?

Lillah. Bukan li-yang lain. Karena li-yang lain itu nggak akan pernah bisa menjamin lelahmu berpahala. Nggak akan bisa ngasih apa-apa, kecuali rasa senang saat bertemu, dan sedih berkepanjangan saat berpisah. Bahkan, bisa jadi akan membuka pintu bagi syaithan-syaithan terkutuk untuk menodai pikianmu dengan noda membandel, mensugesti pikaranmu untuk terus mengenang saat-saat kebersamaan dengan si dia, menjadikan cinta bermekaran di hati… padahal nggak semua cinta berasal dari Allah, tapi ada juga yang dari nafsu, lho. Wah, bahaya kalau udah begini. Bikin nggak konsen. Apa-apa dibawa susah, dibikin baper alias bawa perasaan. Kan nggak enak kalau kemana-mana yang dipikirin yang nggak ada… yang diharapkan bisa hadir malah lagi sibuk….

Nah, kalau niatannya sudah murni karena Allah, insya Allah, apa-apa jadinya kebawa seneeeng aja. Mau kerja berat ya ayuk, mau sibuk nyari dana ya oke, mau banyak-banyak rapat ya monggo, mau dibawa lembur ya nggak masalah. Kenapa? Karena tujuannya jelas. Karena ada target yang kita kejar. Dan, target itu nggak bakalan pernah mem-PHP kita; Allah SWT.

So, guys. Saya tidak sedang menasihati, apalagi menyindir siapapun. Tangan yang mengetik tulisan ini lebih dekat dengan hati pemiliknya, lebih dekat dengan lisan, mata dan telinga pemiliknya. Jadi, nasihat ini lebih pantas ditujukan kepada saya, terutama. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa tujuan yang jelas akan sangat membantu mengarahkan kemana langkah kita akan menuju. Tujuan yang nggak bikin kecewa, nggak bikin sedih, nggak bakal kasih harapan palsu, cuma ada satu. Itulah yang seharusnya kita tuju untuk perjuangan kita dalam sebuah organisasi. So, semangat Lillah, semangaaatt…!! \(^-^)/

*****

~Untuk teman-teman seperjuanganku, uhibbukum fillah.