Drama merupakan salah satu jenis karya sastra. Seperti halnya karya sastra lainnya, drama juga memiliki unsur-unsur yang membangunnya. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur tersebut, coba kamu baca teks berikut.
MENYONTEK
Pagi itu, suasana kelas terlihat lebih sepi dari biasanya.
Anak-anak sibuk dengan buku IPA-nya masing-masing. Gilang yang baru datang,
sambil menguap, langsung duduk di kursinya dan menyenggol lengan Arya.
Gilang : “Eh, pada kenapa, nih? Tumben rajin baca buku.”
Arya : “Hari ini, kan ada ulangan IPA.”
Gilang : (Melongo) “Hah? Ulangan?? Kok aku nggak tahu, sih?” (Melihat jam dinding dan jadi bertambah panik) “Lima menit lagi masuk?? Aduuhh… gimana ini? Mana aku belum belajar, lagi!”
Arya : “Pasti semalam kamu keasyikan main game. Doni, kan sudah mengingatkan di grup kelas kalau hari ini ada ulangan.” (Kembali sibuk dengan bukunya)
Gilang : “Ah, gimana, dong?” (Diam sebentar, lalu mengeluarkan buku LKS, menyobek kertas buku tulis dan mengambil pulpen)
Arya : “Mau ngapain?”
Gilang : “Sst, udah, diam aja.” (Menyalin beberapa catatan dari LKS ke kertas)
Arya : “Heh, kamu mau nyontek, ya?”
Gilang : “Sst… jangan bilang siapa-siapa, ya. Nanti kalau kamu minta sontekan, aku kasih, kok.”
Arya : “Dosa, tahu!”
Bel tanda masuk berbunyi nyaring. Gilang mempercepat gerakan menulisnya. Tidak lama kemudian, Bu Ratna, guru IPA, masuk kelas.
Bu Ratna : “Selamat pagi, anak-anak…!”
Murid-murid : “Selamat pagi, Bu…!”
Anak-anak berdoa bersama, seperti biasanya. Lalu, Bu Ratna meminta seisi kelas mengumpulkan LKS dan menyiapkan selembar kertas untuk ulangan.
Soal ulangan IPA mulai dibagikan. Anak-anak mengerjakan dengan serius tanpa suara. Sementara itu, dari tempat duduknya, Gilang mulai berkeringat dingin. Takut-takut dia membuka lembaran kertas sontekannya di bawah meja.
Gilang : (Membatin) “Duh, bahaya kalau sampai ketahuan. Mana soalnya susah-susah begini. Eh, tadi kayaknya… aku sempat mencatat yang ini.”
Gilang terus sibuk mengerjakan soal dengan sontekannya. Arya yang duduk di sampingnya hanya geleng-geleng kepala.
Saat sedang sibuk menyalin jawaban, tiba-tiba sebuah penggaris panjang diketuk-ketukkan di atas meja Gilang. Dia terkejut mendengar suara deheman yang dikenalnya. Bu Ratna tahu-tahu sudah berdiri di hadapan, melihat Gilang sedang membuka lipatan kertas contekan. Gilang buru-buru memasukkkan sontekan itu ke laci meja.
Bu Ratna : “Itu apa, Gilang? Bawa kemari!” (Mengulurkan tangan, meminta kertas sontekan Gilang)
Gilang : “Ee… anu, Bu. Itu… ee….”
Bu Ratna : “Tidak usah anu-itu, anu-itu. Bawa ke sini, cepat!” (Tegas)
Gilang : “ (Takut-takut menyerahkan kertas contekan)
Bu Ratna : “Apa ini? Sontekan?”
Gilang : (Tidak menjawab dan terus menunduk)
Bu Ratna : “Kok berani-beraninya kamu menyontek saat ulangan? Semalam kamu ngapain aja?”
Gilang : “Ee… anu, Bu… main game.”
Bu Ratna : “Ohh… main game. Jadi game lebih penting dari belajar, ya? Silakan kalau kamu mau melanjutkan main game. Daripada pusing-pusing mikir ulangan. Boleh kamu lanjutkan game-nya di luar kelas.”
Gilang : “Tapi, Bu….”
Bu Ratna : “Silakan keluar kelas!”
Gilang tidak bisa membantah. Sambil menunduk karena malu, dia berjalan keluar kelas. Pintu kelas ditutup. Saat di luar, Gilang tidak sengaja berpapasan dengan guru BK.
Gilang : “Waduh!”
Guru BK : “Hei, kenapa kamu ada di luar?”
Gilang : “Ee… disuruh keluar sama Bu Ratna, Bu.”
Guru BK : “Kenapa disuruh keluar?”
Gilang : “Saya… menyontek, Bu.”
Guru BK : “Loh, gimana toh? Kalau begitu, ayo ikut Ibu ke ruang BK.”
Gilang semakin berkeringat. Bisa panjang urusannya kalau sudah dengan BK.
Hari itu, Gilang dihukum membersihkan toilet kelas dan menulis di selembar kertas “Astaghfirullah… saya berjanji tidak akan menyontek lagi” sebanyak-banyaknya. Capek dan malu dengan hukuman yang diberikan, Gilang jadi kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa mengatur waktu dengan baik.
Gilang : “Eh, pada kenapa, nih? Tumben rajin baca buku.”
Arya : “Hari ini, kan ada ulangan IPA.”
Gilang : (Melongo) “Hah? Ulangan?? Kok aku nggak tahu, sih?” (Melihat jam dinding dan jadi bertambah panik) “Lima menit lagi masuk?? Aduuhh… gimana ini? Mana aku belum belajar, lagi!”
Arya : “Pasti semalam kamu keasyikan main game. Doni, kan sudah mengingatkan di grup kelas kalau hari ini ada ulangan.” (Kembali sibuk dengan bukunya)
Gilang : “Ah, gimana, dong?” (Diam sebentar, lalu mengeluarkan buku LKS, menyobek kertas buku tulis dan mengambil pulpen)
Arya : “Mau ngapain?”
Gilang : “Sst, udah, diam aja.” (Menyalin beberapa catatan dari LKS ke kertas)
Arya : “Heh, kamu mau nyontek, ya?”
Gilang : “Sst… jangan bilang siapa-siapa, ya. Nanti kalau kamu minta sontekan, aku kasih, kok.”
Arya : “Dosa, tahu!”
Bel tanda masuk berbunyi nyaring. Gilang mempercepat gerakan menulisnya. Tidak lama kemudian, Bu Ratna, guru IPA, masuk kelas.
Bu Ratna : “Selamat pagi, anak-anak…!”
Murid-murid : “Selamat pagi, Bu…!”
Anak-anak berdoa bersama, seperti biasanya. Lalu, Bu Ratna meminta seisi kelas mengumpulkan LKS dan menyiapkan selembar kertas untuk ulangan.
Soal ulangan IPA mulai dibagikan. Anak-anak mengerjakan dengan serius tanpa suara. Sementara itu, dari tempat duduknya, Gilang mulai berkeringat dingin. Takut-takut dia membuka lembaran kertas sontekannya di bawah meja.
Gilang : (Membatin) “Duh, bahaya kalau sampai ketahuan. Mana soalnya susah-susah begini. Eh, tadi kayaknya… aku sempat mencatat yang ini.”
Gilang terus sibuk mengerjakan soal dengan sontekannya. Arya yang duduk di sampingnya hanya geleng-geleng kepala.
Saat sedang sibuk menyalin jawaban, tiba-tiba sebuah penggaris panjang diketuk-ketukkan di atas meja Gilang. Dia terkejut mendengar suara deheman yang dikenalnya. Bu Ratna tahu-tahu sudah berdiri di hadapan, melihat Gilang sedang membuka lipatan kertas contekan. Gilang buru-buru memasukkkan sontekan itu ke laci meja.
Bu Ratna : “Itu apa, Gilang? Bawa kemari!” (Mengulurkan tangan, meminta kertas sontekan Gilang)
Gilang : “Ee… anu, Bu. Itu… ee….”
Bu Ratna : “Tidak usah anu-itu, anu-itu. Bawa ke sini, cepat!” (Tegas)
Gilang : “ (Takut-takut menyerahkan kertas contekan)
Bu Ratna : “Apa ini? Sontekan?”
Gilang : (Tidak menjawab dan terus menunduk)
Bu Ratna : “Kok berani-beraninya kamu menyontek saat ulangan? Semalam kamu ngapain aja?”
Gilang : “Ee… anu, Bu… main game.”
Bu Ratna : “Ohh… main game. Jadi game lebih penting dari belajar, ya? Silakan kalau kamu mau melanjutkan main game. Daripada pusing-pusing mikir ulangan. Boleh kamu lanjutkan game-nya di luar kelas.”
Gilang : “Tapi, Bu….”
Bu Ratna : “Silakan keluar kelas!”
Gilang tidak bisa membantah. Sambil menunduk karena malu, dia berjalan keluar kelas. Pintu kelas ditutup. Saat di luar, Gilang tidak sengaja berpapasan dengan guru BK.
Gilang : “Waduh!”
Guru BK : “Hei, kenapa kamu ada di luar?”
Gilang : “Ee… disuruh keluar sama Bu Ratna, Bu.”
Guru BK : “Kenapa disuruh keluar?”
Gilang : “Saya… menyontek, Bu.”
Guru BK : “Loh, gimana toh? Kalau begitu, ayo ikut Ibu ke ruang BK.”
Gilang semakin berkeringat. Bisa panjang urusannya kalau sudah dengan BK.
Hari itu, Gilang dihukum membersihkan toilet kelas dan menulis di selembar kertas “Astaghfirullah… saya berjanji tidak akan menyontek lagi” sebanyak-banyaknya. Capek dan malu dengan hukuman yang diberikan, Gilang jadi kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa mengatur waktu dengan baik.
*****
Nah, setelah membaca teks tersebut, coba kamu jawab pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Apa tema dari cerita tersebut?
2. Menurutmu, bagaimana watak/karakter tokoh Gilang dan Arya? Jelaskan!
3. Di mana dan kapan peristiwa tersebut terjadi?
4. Seperti apa suasana yang tergambar dalam cerita?
5. Mengapa Gilang menyontek saat ulangan IPA?
6. Seandainya kamu jadi Arya, apa yang akan kamu lakukan?
7. Apa hukuman yang diberikan Bu Ratna terhadap Gilang?
8. Apa hukuman yang diberikan guru BK terhadap Gilang?
9. Apa amanat/pesan moral yang bisa kamu dapatkan dari cerita tersebut?
10. Coba kamu ceritakan kembali teks tersebut dalam bentuk rangkuman, minimal satu paragraf (percakapan tidak perlu dicantumkan).